TINJAUAN PERSOALAN HUKUM PEMILIKAN TANAH (BEKAS ) EIGENDOM
(Dr. Boedi Djatmiko HA, SH.M.Hum)
PENDAHULUAN
Merdeka sudah 63 tahun, namun persoalan tanah yang berkaitan hak kepemilikan tanah dengan title hak barat seperti eigendom, opstal, erfpacht dll, masih juga menimbulkan persoalan-persoalan baru dimasyarakat. Padahal sejak tahun 1960 hak kepemilikan atas tanah tersebut ada yang telah dihapus atau dikonversi dalam menjadi hak-hak pemilikan yang baru. Dihapus karena hukum menentukan demikian, misalnya hak tersebut terkena UU No. 1 tahun 1958, terkena nasionalisasi dst. UU No. 5 tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok agraria atau biasa disingkat UUPA ( undang-undang pokok agraria ) merupakan pegangan dan pedoman baru pengaturan penguasaan dan pemilikan hak atas tanah setelah kita merdeka, dan sekaligus mencabut ketentuan hukum sebelumnya yang mengatur tentang hak-hak barat tersebut ( buku II BW yang berkaitan dengan tanah ). Alasan politisnya sangat ekploitatif- feodalisme dan diskriminatif, tidak sesuai dengan dasar falsafah dan kemerdekaan Indonesia. Filosofi konversi hak oleh Negara adalah bentuk pengakuan Negara atas hak keperdataan warga Negara dan kedua, pengaturan kembali hukum hak atas tanah yang lama yang bersifat ekploitatif- diskriminatif, disesuaikan dengan dasar-dasar hukum Indonesia yang berlandaskan pada hukum (adat).
Dasar hukum pengaturan tanah bekas hak barat diatur dalam UUPA, beserta beberapa peraturan pelaksanaannya: PMA ( Peraturan Menteri Agraria )No. 2 tahun 1960, PMA No. 13 tahun 1961, Keppres 32 tahun 1979 jo. PMDN No. 3 tahun 1979, PMDN No. 6 tahun 1972, PMDN No. 5 tahun 1973 dan terakhir PMNA No. 9 tahun 1999.
Isu hukum yang hendak disampaikan disini adalah khusus tentang prinsip dasar pengaturan pemilikan tanah ( bekas ) hak eigendom sejak terbitnya UUPA tahun 1960 dan peraturan pelaksanaannya yang terkait dengan hal tersebut.
Hak Eigendom
Hak Eigendom atau lengkapnya disebut " eigendom recht" atau "right of property" dapat diterjemahkan sebagai " hakmilik ", diatur dalam buku II BW ( burgerlijke wetboek) atau KUHPerd (Kitab Undang-Undang HUkum Perdata ). Hak eigendom ini dikontruksikan sebagai hak kepemilikan atas tanah yang tertinggi diantara hak-hak kepemilikan yang lain. Hak eigendom merupakan hak kepemilikan keperdataan atas tanah yang terpenuh, tertinggi yang dapat dipunyai oleh seseorang. Terpenuh karena penguasaan hak atas tanah tersebut bisa berlangsung selamanya, dapat diteruskan atau diwariskan kepada anak cucu. Tertinggi karena hak atas atas tanah ini tidak dibatasi jangka waktu, tidak seperti jenis hak atas tanah yang lain, misalnya hak erfpacht ( usaha ) atau hak opstal ( bangunan ). ( lihat pasal 570 BW).
Pada tahun 1960 semua jenis hak atas tanah termasuk hak eigendom bukan dihapus namun di ubah atau dikonversi " convertion", conversie" menjadi jenis-jenis hak atas tanah tertentu, dengan suatu persyaratan tertentu yang harus dipenuhi. Misalnya, hak eigendom menjadi hak milik, hak erfpacht menjadi hak guna usaha, hak opstal menjadi hak guna bangunan. Pada tahun 1980 Hak atas tanah (bekas ) barat yang telah dikonversi yang mempunyai jangka waktu serta yang tidak memenuhi syarat hapus, dan tenahnya dikuasai oleh Negara " tanah Negara". Bagi mereka bekas pemegang hak atas tanah diberi kesempatan untuk dapat mengajukan permohonan hak atas tanah bekas haknya sepanjang tidak dipergunakan untuk kepentingan umum atau jika tidak diduduki oleh masyarakat pada umumnya.
Pengertian konversi ini dalam hukum pada asasnya adalah merupakan perubahan atau penyesuaian atau bisa dikatakan penggantian yang bertujuan untuk penyeragaman atau unifikasi hukum. Dengan kata lain konversi ini bertujuan mengadakan konstruksi ulang pengaturan hak atas tanah yang diatur oleh hukum sebelumnya diubah disesuaikan dengan hukum yang baru. Hak eigendom yang sebelumnya diatur oleh hukum perdata barat atau BW ( Burgelijke van Wetboek ) termasuk disini hak atas tanah adat, sejak berlakunya UUPA, diubah atau disesuaikan dengan undang-undang ini. Berdasarkan hukum konversi hak atas tanah barat dan adat menjadi suatu hak atas tanah yang baru terjadi karena hukum ( van rechtwege). Konversi karena hukum baru akan terjadi apabila memenuhi suatu persyaratan tertentu dan dilakukan dengan suatu tindakan hukum berupa suatu penetapan keputusan dari pejabat yang berwenang yang berupa pernyataan penegasan ( deklaratur ) pernyataan penegasan ini untuk status hukum hak atas tanah dan jenisnya dan terpenuhinya syarat bagi pemegang haknya. Misalnya hak eigendom dikonversi menjadi hak milik. Artinya syarat untuk konversi eigendom menjadi hak milik karena persyaratan subyek dan obyeknya terpenuhi.
Ada beberapa kemungkinan yang akan terjadi dalam konversi hak eigendom berkaitan antara hubungan hukum antara subyek dan obyek hukum yang berakibat pada perubahan status hukum hak atas tanah:
Pertama, hak eigendom dikonversi menurut hukum menjadi hak milik, apabila subyek pemegang haknya adalah warga Negara Indonesia; Kedua, hak eigendom akan dikonversi menjadi hak guna bangunan apabila pemegang haknya tidak memenuhi syarat untuk dapat memperoleh hak milikmaka hak eigendom akan dikonversi menjadi hak guna bangunan atau jenis hak yang lainnya; Ketiga, hak eigendom menjadi tanah yang dikuasai Negara apabila pemegang haknya dalam jangka waktu tertentu tidak mendaftarkan hak konversinya kepada pejabat yang berwenang.
PENGATURAN HAK EIGENDOM
Prinsip dasar yang harus dipegang oleh pemegang hak eigendom sejak tanggal 24 september 1960 (berlakunya UU No. 5 tahun 1960 ) hukumnya wajib mendaftarkan hak konversinya, hal ini merupakan perintah undang-undang. ( lihat pasal I ketentuan konversi UUPA ). Apabila memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh undang-undang ( lihat pasal 21 UUPA) maka berdasarkan ketentuan konversi sebagaimana yang diatur dalam pasal I konversi UUPA sejak saat tersebut menjadi hak milik, kecuali yang mempunyainya tidak memenuhi syarat
Syarat yang harus dipenuhi bagi para bekas pemegang hak eigendom yang ingin dikonversi menjadi hak milik ( menurut UUPA ). Pada pokoknya secara hukum mereka ini pada tanggal 24 september 1960, berstatus warga Negara indonesia dan mempunyai tanda bukti kepemilikan berupa akta asli ( minuut ) atau salinan ( grosse ) eigendom ( lihat PMA No. 2 tahun 1960 ). Luasan tanahnya tidak melebihi batas maksimum dan atau tidak absentee ( gontai ) ( lihat UU No. 56 tahun 1960 jo. PP No. 24 tahun 1961 ). Selanjutnya jangka waktu pendaftarannya tidak melebihi batas waktu yang ditentukan yakni 1 tahun sejak 24 september 1960. Bilamana syarat tersebut dipenuhi maka pejabat administrasi yang berwenang dalam hal ini Kepala Kantor Pendaftaran Tanah ( KKPT ) pada waktu itu ( BPN setempat saat ini ) akan mencatat / mendaftar penegasan konversi hak eigendom tersebut dalam buku tanah dan dikeluarkan sertifikat hak milik atas nama pemegang bekas hak eigendom tersebut. Tata cara mekanisme pencatatan penegasan konversi pendaftaran ini lebih rinci diatur dalam PP ( peraturan Pemerintah ) No. 10 tahun 1961 yang selanjutnya diubah dan diganti dengan PP No. 24 tahun 1997, sedang aturan pelaksanaannya diatur dalam PMNA ( Peraturan Menteri Negara Agraria ) /KBPN ( Kepala Badan Pertanahan Nasional ) No. 3 tahun 1997.
Namun sebaliknya apabila persyaratan tersebut tidak dipenuhi maka hak eigendom tersebut demi hukum berubah ( konversi ) menjadi hak guna bangunan yang berlangsung selama 20 tahun. Selanjutnya hak tersebut hapus, sedangkan tanah tersebut berubah status hukumnya menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau biasa disebut dengan tanah Negara ( lihat Keppres ( keputusan presidan ) No. 32 tahun 1979). Dalam posisi demikian hubungan hukum antara pemilik ( selanjutnya disebut sebagai bekas pemegang hak ) dengan tanahnya terputus. Namun demikian bekas pemegang hak masih mempunyai hubungan keperdataan dengan benda-benda lain diatasnya, misalnya tanaman, bangunan yang berdiri diatas tanah tersebut.
Pertanyaan hukumnya adalah apakah bekas pemegang hak masih dimungkin memperoleh hak atas tanah yang dikuasai Negara tersebut?
Prinsip dasar, pertama, Hukum mengatur bahwa sejak tahun 1980 seluruh hak-hak barat sudah tidak ada lagi ( karena konversi ) atau hapus yang ada adalah tanah Negara bekas hak barat. Berdasarkan ketentuan hukum, ada 3 prioritas yang wajib diperhatikan: pertama, kepentingan umum; kedua, kepentingan bekas pemegang hak, dan; ketiga mereka yang penduduki / memanfaatkan tanah dengan etiket baik dan tidak mempunyai hubungan hukum dengan bekas pemegang hak. Kedua, adanya kompensasi terhadap benda2 diatas tanah Negara bekas hak barat tersebut. Artinya siapapun yang menginginkan hak atas tanah Negara tersebut harus memberikan konpensasi kepada bekas pemegang haknya
Pertama, prioritasnya ada pada Negara adalah dipergunakan atau dimanfaatkan untuk kepentingan umum atau Negara. Kepentingan umum atau Negara ini perlu penjabaran lebih lanjut. Apakah criteria kepentingan umum atau Negara. Apabila dipergunakan atau dimanfaatkan untuk kepentingan Negara / umum maka tertutuplah kemungkinan bekas pemegang hak dan masyarakat yang menduduki untuk memperoleh hak atas tanah tersebut. Namun demikian Negara akan memberikan kompensasi baik bekas pemegang haknya maupun masyarakat yang pernah menguasai atau mendudukinya.
Kedua, Apabila tanah Negara tersebut tidak dipergunakankan atau dimanfaatkan untuk kepentingan umum dan tidak ada pendudukan oleh masyarakat maka bekas pemegang hak mendapatkan prioritas memperoleh kembali dengan jalan mengajukan permohonan hak atas tanah tersebut. Dengan catatan apabila di atas tanah tersebut ada pendudukan masyarakat maka harus ada kompensasinya untuk mereka.
Ketiga, prioritas diberikan kepada masyarakat yang menguasai atau menduduki tanah Negara bekas hak barat tersebut. Apabila bekas hak barat tersebut berupa pekarangan atau lahan tanpa bangunan maka tidak ada kewajiban bagi mereka memberikan kompensasi kepada bekas pemegang hak.
Persoalan hukum yang sering timbul adalah tuntutan mereka menguasai hak eigendom tersebut sebelum tahun 1960 yang diperoleh dari peralihan hak misalnya jual beli, hibah, warisan dll. Disini yang harus diperhatikan adalah apakah tanah eigendom tersebut terkena undang-undang No. 1 tahun 1958, atau terkena undang-undang nasionalisasi dan apakah proses peralihan haknya pada waktu itu sudah memenuhi persyaratan perijinan yang harus dipenuhi.
KESIMPULAN
Tanah – tanah Negara ( bekas) eigendom pada prinsipnya dapat dimohonkan sesuatu hak atas tanah oleh siapapun juga, sepanjang tanah tersebut tidak dipergunakan atau dimanfaatkan untuk Negara atau kepentingan umum. Permohonan hak atas tanah Negara bekas eigendom tidak didasarkan pada riwayat kepemilikan seperti warisan hanya petunjuk bukan satu-satunya pedoman dalam rangka pengajuan. Hubungan hukum hak keperdataan bekas pemegang hak hanyalah berkaitan dengan benda-benda yang ada diatas tanah bukan tanahnya. Status tanahnya adalah " tanah Negara" ( tanah yang dikuasai langsung oleh Negara ).
Jogya, 25 april 2009
Dr. Boedi Djatmiko HA, SH.M.hum.
12 komentar:
Pak Boedi,
Tinjauan ini sangat bermanfaat.
Perlu kiranya di bahas juga mengenai sejarah tanah eigendom verponding di Indonesia, semasa penjajahan dan setelah kemerdekaan.
Penjajah Belanda sendiri sadar bahwa tanah eigendom ini menciptakan suatu mekanisme negara dalam negara. Tuan Tanah pemilik EV pada saat itu dapat memungut pajak, membentuk semacam polisi, membentuk semacam dewan pemerintahan/pamong parja yg berlaku dalam EV tsb.
Setelah Indonesia medeka, pemerintah NKRI mempunyai keinginan politik untuk menghapuskan dualisme kepemilikan, mula2 pemerintah NKRI membeli tanah2 EV, contohnya kasus EV Cimanuk. Namun dalam pelaksanaannya sangat lambat. Sedangkan negara kita sudah merdeka, jadi keluarnya UU no. 1 tahun 1958 jelas memperlihatkan kedaulatan negara terhadap wilayah/tanah NKRI. Sehingga tanah yang luasnya 10 bau di ambil alih oleh negara, dan dalam UU tersebut dimungkinkan pemilik Eigendom Verponding mendapat ganti Rugi.
setelah UU no. 1 /1958, diikuti dengan UUPA no.5 / 1960, yang mewajibkan pemegang EV untuk mendaftar ulang EV dan dikonversikan haknya (hanya untuk WNI)
Kalau ada kasus masalah Eigendom Verponding yang katanya di klaim oleh Yohanna De Meyyer, sebagai ahli waris Samuel De Meyyer, apakah Bapak Bersedia menjadi saksi ahli untuk mematahkan claim tersebut?
Terima Kasih,
pieter idkandar (pitpit5@hotmail.com)
bpk mo tanya..syarat apa saja yang di butuh kan untuk mengurus tanah gendom, sbg catatan tanah bekas cina jaman dulu......yang di bpn ada suratnya/no tanah dan namanya...karena dari bpn disuruh ke pengadilan untuk penetapan hak milik bagi yang menetapi sekarang,...dan dari pengadilan kami tidak bisa membuktikan apapun kecuali sppt. tanah tersebut sudah kami tempati lebih dari 40 th. trimakasih....mohon ditanggapi lewat email zantos92@yahoo.co.id
bapak bagaimana proses pengajuan tanah gendom yang benar?...karena kata bpn kami harus ke pengadilan untuk penetapan hak milik..dan kami tidak bisa membuktikan apapun kecuali sppt. kami menempati tanah tersebut sudah 50 th tanah bekas pemilik cina.(maaf bukan rasial). Mungkin saran bapak bisa bermanfaat bagi kami, smoga bisa ditanggapi lewat email kami. trimakasih
santoso (zantos92@gmail.com)
Sebelumnya terimakasih sebanyak-banyaknya Bapak Boedi, ini sangat bermanfaat, kebetulan saya masih mahasiswa di Universitas Swasta di yogyakarta, dan saya sedang menjelang skripsi, kalau boleh sedikit bercerita, saya sedang mengambil penelitian tentang proses perolehan hak milik bekas tanah belanda di Salatiga. Namun saya masi dibingungkan dengan literatur apa saya akan berangkat.
Sebelumnya terima kasih banyak Bapak Boedi, saya mohon bantuan informasi atau informasi literatur tentang Perolehan Hak Milik Atas Tanah Bekas Milik Belanda.
terimakasih Bapak Boedi, salam Kenal dari saya.
mungkin bila Bapak berkenan saya bisa di hubungi di
http://www.abelnabel.blogspot.com
atau di facebook saya Tisar Belado Diagusta
atau email saya tisarbeladod@yahoo.com
Terimakasih Bapak.
Tulisan bagus, Pak Boedi. Terkadang permasalahanya dalam penyelidikan suatu kasus membutuhkan bukti-bukti tertulis, hal ini saat sekarang sangat sulit dibuktikan, apalagi bila belum adanya pendaftaran yang dilakukan ahli waris yang sah di BPN.
Yang ada malah tanah malah menjadi sengketa.
Pak Boedi...apa bedanya antara Akte Eigendom Verponding dengan Akte Eigendom...yang mana betul-betul merupakan sertifikat / hak milik?
Saya memiliki pertanyaan tentang pertanahan, ada yang ingin saya saya tanyakan secara langsung.
Jika berkenan, bolehkan saya meminta email bapak?
Terima KAsih..
Rizqi
bagaimana cara menyelesaikan tanah-tanah eigendom verponding tanpa ada bersengketa terhadap pihak-pihak terkait anda konsoltasi dengan kami menghubungi email: yusweri@gmail.com
silahkan anda konsultasikan lebih lanjut mengenai Eigendom Verponding.
Melalui Bapak ASPANDI, S.H, M.Pd selaku Perwakilan Bapak U. Wiryawan Hendarsyah bin Raden Salim al.DR.HR. Ruslani bin Van Blommestein binti Nyi Mas Entjeh Siti Aminah al.(osah) al. Justina Reigent Van Blommestein yang merupakan satu-satunya ahli waris yang syah tercatat di Balai Harta Peninggalan Pusat Jakarta sesuai dengan Berita Acara Penghadapan pada tgl. 15 Maret 2004.
Bpk. ASPANDI : 081319471940 - 089636955352
Detail info
http://vicifajaradiansah.wordpress.com/
Dear Pak Yusweri,
Saat ini kami mempunyai salinan putusan mengenai ketetapan hukum dari Pengadilan Agama Bandung no 27/87 tgl 28-3-1987 mengenai hak ahli waris dari Nyimas Entjeh kepada almarhumah nenek saya dan 6 orang kakak adiknya serta penetapan no 1035/Pd.P/2011/PA.Bdg mengenai hak waris kepada ayah saya dan keluarganya serta daftar list no EV milik Nyimas Enjeh yang dikeluarkan oleh Balai Harta Peninggalan Jakarta.
Yang jadi pertanyaan apabila kami tidak mempunyai EV yang dikarenakan hilang dicuri dimasa lalu apakah dasar putusan dari Pengadilan Agama tersebut sudah cukup kuat untuk proses penjualan lahan-lahan tersebut?
dibawah ini posting saya mengenai permasalahan tersebut yang disertai photo Putusan Pengadilan Negeri Bandung no 27/87 tanggal 28-3-1987
http://www.kaskus.co.id/post/53ea506da4cb17ac6a8b457b#post53ea506da4cb17ac6a8b457b
Terima kasih
Arrez
arrez.purawiraja@yahoo.co.id
Yth. Bapak Boedi Djatmiko
Saya ada pertanyaan mengenai adanya HGB bekas Cina yang sudah mati sejak 23 September 1980, dan tidak diperpanjang. dan sejak kakek sampai kami sekarang sudah tinggal di bangunan yang berdiri ditanah tersebut. Kepala BPN bidang Konflik yang dihadirkan sebagai Saksi-Ahli pada Persidangan perdata tahun 2006 mengatakan bahwa dari Data Buku-Besar BPN menyatakan HGB tsb adalah sudah kembali jadi Tanah Negara,dan yang paling berhak adalah kami yang sudah tinggal lebih dari 20 tahun tetapi anehnya hakim mengalahkan kami, dgn keputusan bahwa tanah tab milik ahli waris pemegang HGB lama (sebelum HGB mati th 1980) bahkan adik kami yang tinggal ditanah tersebut dipenjara 3 bulan atas tuduhan Penghunian Liar. dan pada tingkat kasasi terjadi Opinion Dissenting, 1 Hakim Agung membenarkan kami tapi yang 2 orang mengalahkan kami, dan akhirnya voting dan kami dikalahkan, tapi bunyi Amarputusan MA berbeda dengan Putusan tingkat I, Amar putusan MA tsb berbunyi: Adik saya tsb harus "Keluar dari Bangunan" tsb. menurut Bapak bagaimana, dari pemahaman kami berarti Tanahnya benar sudah Tanah-Negara dan kami berhak mengajukan hak, tetapi Bangunannya tetap milik cina tsb, padahal kami bersedia mengganti harga bangunan lama tsb. demikian atas Perhatiannya kamiucapkan banyak Terimakasih, Wassalam kami Soerya.
Pak saya mau tanya.kami sudah tahap eksekusi dan keputusan sudah incraht di PK tetapi pelawan menolak di eksekusi dengan perlawanan di PN, dengan maksud menunda selanjutnya membatalkan eksekusi dengan alasan berlakunya undang-undang no.12 tahun 1985 tentang PBB yang mencabut peraturan pajak verponding:1.ordonansi VI 1923. 2.ordonansi verponding 1928 terakhir dengan undang-undang No.29 tahun 1959 Nomor 74 tambahan lembaran Negara Nomor 1882.
apakah dengan dalil di atas bisa menjadikan hak tanah garap di atas tanah verponding indonesia kami yang pajak tahun 1960 s/d 1965..???
mohon pencerahannya pak.
Posting Komentar