BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG MASALAH
Masalah pertanahan adalah merupakan masalah yang mempunyai karakter yang bersifat multi dimensi. Unik, banyak aspek yang terlibat didalamnya, sehingga tidak mudah dalam penanganan dan penyelesaiannya. Di dalamnya ada muatan politis, hukum, ekonomi, budaya bahkan pertahanaan dan kemanan bisa masuk didalamnya, belum lagi muatan kepentingan tertentu dan ujungnya adalah bicara adil tidak adil, sehingga peran Negara sangat dibutuhkan dalam rangka turut ikut upaya penyelesaiannya. Ketika kita mengedepankan hukum maka akan menjadi tidak adil bagi yang dikalahkan. Demikian juga bisa terjadi jika untuk kepentingan politis maka hukum menjadi mandul. Masalah pertanahan tidak mengenal batas waktu penyelesaian. Bisa cepat bisa juga memakan puluhan tahun. Tidak jarang masalah pertanahan yang muncul saat ini, merupakan kelanjutan warisan masa lalu. Ketika putusan masa lalu dianggap penyelesaian yang adil pada masa lalu belum tentu untuk masa berikutnya. Terlebih jika terkaitan dengan kebijakan politik hukum pada suatu era akan berbenturan dengan era yang berikutnya. Dengan kata lain bahwa masalah pertanahan bisa ditangani sehingga benar-benar tuntas dalam arti yang sesungguhnya. Angka masalah pertanahan yang dihimpun oleh BPN ( Badan Pertanahan Nasional ) Republik Indonesia sampai tahun 2008 tidak kurang 7149 kasus. Kerugian yang ditimbulkan adanya permasalahan ini bisa mencapai mendekati nilai anggaran pendapatan negara ( APBN ) dalam satu tahun. Angka tersebut bisa terus bertambah dari tahun ketahun jika tidak segera ada solusi yang lintas sektor dan komprehensip.
Masalah pertanahan yang pada umumnya terjadi melibatkan beberapa pihak dan mempunyai akar masalah yang bervariasi pula. Pihak – pihak yang terlibat dalam masalah pertanahan: orang perorangan dan atau kelompok masyarakat dan atau badan hukum privat atau publik dan atau kombinasi diantaranya. Adapun akar masalah pertanahan dapat diklasifikasikan: pertama, masalah penguasaan dan kepemilikan tanah, didalamnya berkaitan dengan perbedaan perspektif para pihak mengenai status penguasaan dan pemilikan atas bidang tanah tertentu baik yang belum maupun yang sudah dilekati dengan hak – hak keperdataan pihak tertentu. Bidang tanah yang belum dilekati hak masuk dalam dikategorikan jenis tanah dengan status " tanah Negara" ( tanah yang dikuasai langsung oleh Negara). Tanah yang telah dilekati hak tertentu misalnya, tanah hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha; kedua, masalah batas, luas dan letak atas bidang tanah tertentu, didalamnya terjadi perbedaan perspektif mengenai masalah batas, luas dan letak antara para pihak; ketiga, masalah berkaitan dengan pendaftaran tanah dan penetapan hak; keempat, masalah tanah-tanah obyek bekas hak barat dan atau obyek landreform; kelima, masalah tanah ulayat; keenam, masalah pengadaan tanah, hal ini biasanya adanya perbedaan persepsi mengenai nilai, status hak atas tanah dan proses pembebasan serta pelaksanaan pelepasan dan nilai ganti rugi; ketujuh, masalah pelaksanaan putusan pengadilan, adanya perbedaan persepsi berkaitan dengan kepentingan para pihak atau obyek hak atas tanah atau mengenai prosedur penerbitan hak atas tanahnya.
Selanjutnya adalah tindak lanjut dari penanganan masalah pertanahan ini yang perlu mendapat perhatian adalah masuk kedalam ranah hukum yang mana, perdata ( adat ), pidana atau sengketa Tata Usaha Negara. Model penanganan penyelesaian apakah diselesaikan diluar ( out court of resettlement ) melalui musyawarah atau mediasi atau masuk keranah lembaga peradilan ( in court of resettlement) maka kita bicara kompetensi atau kewenangan lembaga hukum peradilan mana, Peradilan umum atau Peradilan Tata Usaha Negara. Jika masuk ke ranah peradilan maka mau tidak mau membutuhkan kesabaran, biaya dan waktu yang relative lama. Lembaga peradilan sebagai ujung tombak harapan terakhir dalam rangka penyelesaian sengketa pertanahan kadang dirasakan oleh pihak tertentu yang bersengketa menjadi tidak mencerminkan keadilan hukum yang dicari. Dengan kata lain hukum tidak selalu dapat menyelesaikan persoalan sengketa pertanahan secara tuntas, tetap ada aspek lain yang harus dipertimbangkan.
Contoh kasus masalah pertanahan yang dapat dikatakan rumit, sebagai ilustrasi sebagaimana yang digambarkan berikut ini. Bapak X (alm ) betawi asli mewariskan kepada para ahli warisnya, sebut saja A, dkk, sebidang tanah yang cukup luas yang diperkirakan lebih dari 4 hektar, terletak pinggir jalan yang sangat strategis, dengan nilai NJOP bisa mencapai puluhan juta per meter perseginya dan total nilai asset tersebut bisa ratusan milyar rupiah. Bukti kepemilikan ada sebagian yang sudah bersertipikat hak milik tahun 1960-an ( konversi ), dan sebagian lagi yang masih berstatus bekas hak barat ( eigendom ) dikuasai berdasarkan akta jual beli sekitar tahun 1950-an. factual, sebidang tanah berwujud pekarangan dan rumah tinggal. Sisa bidang tanah tersebut ada yang menjadi jalan protocol, sebagian telah berdiri hotel berbintang. Fakta yuridis bahwa ternyata diatas bidang tanah tersebut telah terbagi-bagi dan terbit puluhan sertipikat hak atas tanah yang saling tumpang tindih satu sama yang lain, termasuk bidang tanah yang sudah ada sertipikat konversi dan beberapa putusan pengadilan. Setelah sekian puluhan tahun lamanya A dkk, berjuang untuk menuntaskan masalah tersebut, dan dengan berbekal putusan peradilan yang yang menurut logika hukumnya sudah "inkrach", A dkk, berkeinginan untuk melegalisasikan ( sertipikat ) asset keluarganya, ternyata sampai sekarang belum juga berhasil.
Contoh lain, ada sebidang tanah yang telah berdiri bangunan gedung pertokoan mewah yang dimana para pihak yang mengaku mempunyai bukti kepemilikan yang menurut pendapat para pihak yang bersengketa adalah sah secara hukum. Pihak pertama menggunakan alat bukti petok atau girik pihak kedua menggunakan alat bukti sertifikat hak yang sekaligus secara factual menguasai tanah dan bangunan tersebut. Oleh lembaga peradilan umum diputuskan dimenangkan oleh pihak pertama, namun gagal untuk eksekusinya. Guna mempertahankan tanah dan bangunan tersebut pihak kedua mengambil tindakan lain seperti melakukan gugatan ke ranah pidana alasan misalnya dikatakan surat bukti yang dipegang pihak pertama adalah palsu dan dimenangkan pihak kedua. Namun selanjutnya pihak pertama melakukan perlawanan kembali ke ranah peradilan TUN, menyeret instansi yang mengeluarkan sertifikat tersebut ke ranah PTUN ( peradilan Tata Usaha Negara ).
Salah satu kunci utama dalam penanganan masalah pertanahan adalah pemahaman terhadap status hukum dari obyek sengketa, dan riwayat hukum dari bukti kepemilikan subyek – subyek hukum atas obyek sengketa tersebut. Penelusuran riwayat hukum atas obyek sengketa akan menjadi sangat penting untuk menentukan subyek hukum yang berhak atas tanah tersebut. Seperti halnya contoh kasus sengketa tersebut diatas, misalnya, para pihak yang menggunakan alat bukti yang berasal dari hak atas tanah yang lama seperti akte Eigendom yang mana sebetulnya oleh peraturan peraturan perundang-undangan telah dikonversikan kepada hak-hak atas tanah yang baru pada tahun 1960, berdasarkan UUPA, ataupun telah dinyatakan hapus secara hukum sejak tahun 1945 untuk tanah – tanah yang disebut " perdikan"( UU No.1 tahun 1946), atau karena hukum terkena ketentuan undang-undang Nasionalisasi, tahun 1958 penghapusan tanah-tanah partikulir atau tanah Eigendom yang luasnya lebih dari 10 bouw ( UU No. 1 tahun 1958 ), dan bahkan telah dihapuskan pada tahun 1980 ( Keppres No. 32 tahun 1979). Tanah – tanah hak yang ada berdasarkan hukum perdata barat tersebut dihapus atau dicabut yang selanjutnya dikuasai oleh negara, dimana secara hukum maka status tanahnya pun berubah menjadi berstatus "tanah negara". Demikian juga terhadap tanah swapraja telah dihapus yang mana selanjutnya ada sebagian besar telah dibagikan kepada masyarakat setempat ( PP 24 tahun 1961 ), juga sebagian besar tanah-tanah bekas bekas perkebunan-perkebunan sebagian besar telah dibagikan dallam rangka kebijakan landreform antara tahun 1960 – 1968.
Kasus – kasus masalah pertanahan semacam ini masih sering terjadi, banyak aspek yang harus dilihat dan dikaji, sehingga dapat dikatakan bahwa masalah pertanahan adalah berkarakter yang bersifat multi dimensi. Aspek hukum, banyak sekali peraturan perundangan yang terkait dengan pertanahan ada unsur keperdataan, pidananya maupun aspek administrasi pertanahannya bisa terlibat didalamnya serta penegakan hukumnya. Aspek politik akan bicara bagaimana kebijakan dan kepentingan Negara diarahkan untuk itu. Demikian juga aspek social dan ekonomi sangat mempengaruhi putusan politik dan penegakan hukumnya.
Berkaitan dengan masalah pertanahan sebagaimana yang telah digambarkan tersebut diatas dan sesuai dengan disiplin keilmuan maka kajiannya akan disesuaikan dengan disiplin ilmu hukum dengan mengambil titik focus kepada topik dengan judul "pembatalan sertifikat Hak Atas Tanah oleh Peradilan dan akibat hukum terhadapa sertifikat dan Hak Atas Tanah" yang menjadi batasan kajian yang hendak dicari jawabannya yaitu:
- apakah yang menjadi pertimbangan hukum hakim Peradilan yang menjadi dasar yuridis dalam rangka memutuskan pembatalan putusan Tata Usaha Negara ( KTUN ) yang berupa sertifikat hak atas tanah yang telah melalui analisis yang berkaitan dengan hukum materiil peraturan perundang-undangan dibidang pertanahan dan khususnya yang berhubungan dengan aspek wewenang, prosedur dan aspek substantive dari Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara;
- apakah dengan pembatalan sertifikat Hak Atas Tanah oleh Peradilan umum ini hakim dalam pertimbangan hukumnya telah menganalisis kajian aspek hukum tanah nasional ( hukum materiil ) yang menjadi landasan hukum mengatur tentang hak kepemilikan atas tanah dan khususnya berhubungan dengan aspek cacat hukum bukti kepemilikan atas tanah yang berakibat batalnya hak kepemilikan atas tanahnya, terutama yang berhubungan dengan aspek kesepakatan, sebab yang dilarang oleh peraturan perundang-undangan dan cacat obyek.
Untuk sampai kepada pertanyaan hukum sebagaimana yang dirumuskan rumusan masalah yang hendak menjadi analisis kajian dalam penulisan disertasi ini maka Sesuai dengan sifatnya disiplin ilmu hukum karakter yang khas ilmu hukum,
maka dalam penelitian dalam penulisan ( Disertasi) ini merupakan tipe penelitian yang Normatif". Dalam kajian normatif ini pendekatan masalah dilakukan melalui pendekatan perundang-undangan ( Statute approach), pendekatan konseptual ( Conceptual approach) dan Case Study
.
Sesuai dengan disiplin ilmu hukum yang bersifat normatif pendekatan perundang-undangan ini diperlukan guna menganalisis dan mengkaji ketentuan-ketentuan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan peraturan dasar pokok Agraria, serta peraturan perundangan yang mengatur hak atas tanah, sertipikat hak atas tanah, dan ketentuan – ketentuan hukum perdata, maupun Tata Usaha Negara.
Case study dipergunakan untuk menelusuri dan mengkaji putusan-putusan yang terjadi pada kasus-kasus tertentu dan penerapan hukumnya yang dapat dilihat dan dipelajari dari pertimbangan hukum ( Ratio decidendi) yang dijadikan dasar pengambilan keputusan oleh Hakim Peradilan dilihat dari aspek hukum pertanahan maupun Hukum administrasi.
Tujuan dari penulisan memberikan sumbangsih dan penambahan khasanah pengembangan keilmuan di bidang ilmu hukum terutama berkaitan dengan hukum tanah nasional dan hukum Admisnistrasi pertanahan. Adapun manfaat dalam segi teoritis dengan penulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan pemahaman mengenai konsep – konsep bersangkut – paut dengan hukum pertanahan khususnya berkaitan dengan kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan pengaturan pertanahan tentang hak kemilikan atas tanah diatur dalam hukum tanah nasional, aspek – aspek yang terkait kewenangan, prosedur dan substansi dan pembatalan hak atas tanah serta akibat hukumnya. Sedangkan dari sisi praktis diharapkan bisa dijadikan pedoman atau setidaknya bahan masukan para praktisi hukum dalam rangka penyelesaian kasus-kasus sengketa tanah dan putusan dari badan Peradilan dalam rangka pembatalan sertifikat dan hak atas tanah di Indonesia.
Sistematika penulisan ini terdiri atas 4 ( empat ) bab, dimana bab – bab tersebut disusun berdasarkan rumusan masalah yang merupakan titik tolak penelitian dan penulisan disertasi ini yang berada dalam bab pertama. Landasan pemikiran dalam rangka penyusunan ini berdasarkan pada pertimbangan bahwa rumusan masalah dalam bab 1 ( satu ) merupakan dasar penyusunan dari bab-bab berikutnya yaitu bab 2 ( dua ) dan bab 3 yang merupakan kajian dari apa yang dirumuskan dalam bab sebelumnya yang selanjutnya bab 4 (empat) yang merupakan bab penutup berupa kesimpulan dan saran-saran.
Bab 1 ( satu ), merupakan bab pendahuluan yang berisi tema pokok latar belakang kajian penulisan disertasi yang selanjutnya dirangkum dalam rumusan masalah yang merupakan pembatasan kajian yang hendak diteliti dalam rangka penulisan disertasi oleh penulis. Selanjutnya setelah latar belakang dan rumusan masalah, di dalam bab pertama ini menjelaskan tentang tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian yang dipakai dalam penulisan ini.
Bab 2 ( dua), berisi kajian mengenai kasus – kasus sengketa pembatalan sertifikat hak atas tanah oleh Peradilan Tata Usaha Negara dan akibat hukum terhadap sertifikat hak atas tanah. Dalam bab ini berisi kajian dan analisis kasus-kasus sengketa cacat wewenang, prosedur maupun substansi, posisi kasus, ratio decidendi yang menjadi dasar putusan Peradilan Tata Usaha Negara, ketentuan hukum yang berkaitan dengan kasus sengketa serta akibat hukum terhadap sertifikat hak atas tanah oleh Peradilan Tata Usaha Negara dan konsep serta ketentuan hukum tanah yang mengaturnya.
Bab 3 ( tiga), mengkaji dan menganalisis kasus-kasus sengketa hak kepemilikan atas tanah berkaitan dengan ratio decidendi adanya cacat kesepakatan, obyek, dan cacat kausa, yang berakibat pembatalan terhadap sertifikat hak atas tanah oleh Peradilan Umum serta ketentuan hukum tanah nasional yang mengatur hak kepemilikan atas tanah.
Bab 4 ( empat ), adalah bab penutup yang merupakan bab kesimpulan dan saran yang ditarik berdasarkan uraian dari bab-bab sebelumnya yang merupakan jawaban dari rumusan masalah yang dikemukakan dalam bab 1 ( satu).
Untuk mendapatkan gambaran yang komprehensif dalam rangka pengajian pembatalan sertifikat hak atas tanah oleh Peradilan dan akibat hukum terhadap sertifikat dan hak atas tanah yang nantikan disampaikan dalam bab II dan bab III maka penulis akan menyampaikan beberapa isu hukum yang menjadi isu sentral yang menjadi bagian problem hukum yang merupakan benang merah terjadinya kurang pemahaman terhadap konsepsi tentang filosofi, hukum dan administrasi pertanahan khusus mengenai konsep hak kepemilikan, system pendaftaran dan berkaitan kekuatan hukum dari sertifikat hak atas tanah. Untuk itu pada bagian bab pendahuluan ini diuraikan: 1. konstruksi hukum dan karakteristik sertifikat hak dan kekuatan hukumnya; 2. Sistem pendaftaran hak atas tanah dan; 3. Keputusan badan atau pejabat Tata Usaha Negara.
(bersambung: sertipikat dan kekuatan pembuktiannya )
3 komentar:
Pak perkenalkan saya Riki Susanto masih Mahasiswa pak. Saya tertarik dengan bahan bahasan bapak, tetapi saya ingin mengangkatnya dalam tema skripsi saya, akan tetapi saya memiliki kendala yaitu mendapatkan bahan berupa Putusan Pengadilan Perdata yang berisi membatalkan sertifikat hak atas tanah.
Walaupun dari sekian kasus agak sulit untuk mendapatkannya, saya ingin mendapatkan bahannya untuk mendapatkan bahan kajian yang komprehensif dalam skripsi saya terkait dengan tema pembatalan sertifikat di peradilan umum.
Singkat kata, apabila bapak punya channel atau link yang terkait untuk mendapatkan bahan yang berhubungan, dengan segala kerendahan hati saya ingin mendapatkan bahan tersebut. Oleh karena itu, saya berharap bisa mendapatkan atau menemukan akses secara mudah (atau mungkin bapak memiliki putusan tersebut atau nomor putusan kasus yang terkait dengan pembatalan sertifikat khususnya di Jakarta). Atas bantuan dan informasinya saya ucapkan terima kasih.
Salam,
Riki Susanto
(http://rikisusantotan.blogspot.com)
Perkenalkan, saya John beralamat di Bandung.
Saya sedang mencari informasi seputar hal pembatalan sertifikat hak milik.
Kebetulan di perumahan tempat saya tinggal, ada sebidang tanah yang sejak tahun 1970-an merupakan TAMAN/FASUM, namun saat ini ada kegiatan membangun rumah di TAMAN tersebut sehingga menimbulkan protes warga.
Berdasarkan dokumen-dokumen yang berhasil kami kumpulkan, membuktikan bahwa TAMAN tersebut pada tahun 1990 telah dialihkan dari semula tanah negara menjadi hak milik kepada istri pejabat kotamadya pada waktu itu.
Kami juga mendapatkan kejanggalan-kejanggalan dalam pengalihan hak atas tanah negara tsb.
Kami mohon petunjuk, apasajakah yang menjadi syarat untuk pelepasan hak tanah negara yg merupakan fasum? Dan apa saja yg perlu kami persiapkan utk memohon pembatalan sertifikat yg terbit thn 1996 tsb?
Atas perhatian dan bantuannya kami ucapkan terima kasih.
John
MPL-Turangga Bandung
Email: mpl.turangga@gmail.com
Salam Blogger, tanpa sengaja saya nyasar di Blog ini. Disertasix bagus n informatif, bisa di share nggak ?. Keep posting, demi informasi kepada Masyarakat, Bravo !.
Posting Komentar