Sabtu, 05 September 2009

Sistem pendaftaran tanah


Dr. Boedi Djatmiko HA,SH,Mhum.
Sistem pendaftaran tanah, bahwa didunia ini dikenal ada dua model atau jenis pendaftaran tanah , yaitu: pertama, disebut dengan model pendaftaran akta atau " registration of deeds" yang oleh beberapa penulis menggunakan istilah pendaftaran tanah dengan stelsel negatif atau pendaftaran tanah negatif dan kedua, pendaftaran hak atau "registration of title", dimana lazim pula disebut dengan nama " pendaftaran dengan stelsel positif" ataupun seringkali disebut " system Torrens". Hal ini diungkapkan oleh Rowtow Simpton, menyebutkan:
" … some writers do not use our terminology of registration of deed and registration of title, but distinguish between negative and positive system of registration.

Kedua system pendaftaran tanah ini mempunyai perbedaan – persamaan dan kelebihan - kekurangan satu dengan yang lainnya. Secara umum perbedaan terlihat pada wujud dokumen formal yang dipergunakan sebagai instrument atau alat pembuktian kepemilikan hak atas tanah. Wujud dokumen formal dalam system pendaftaran tanah dengan stelsel negative sebutannya adalah " akta " kepemilikan sedang wujud dokumen dalam model pendaftaran tanah dengan stelsel positif sebutannya adalah berupa " sertipikat" hak. Kedua wujud atau bentuk formal dari kedua model tersebut secara yuridis sangat berpengaruh terhadap eksistensi kekuatan hukum dari hak kepemilikan hak atas tanah. Khusus untuk pendaftaran tanah akta para penulis di Indonesia lebih lazim menggunakan terminology sistem pendaftaran negative atau stelsel negative untuk penyebutan sistem pendaftaran akta, seperti Abdurrahman, AP. Parlindungan, demikian juga Boedi Harsono, lebih cenderung menggunakan istilah tersebut.
Gambar 1. Skema pendaftaran tanah
Sumber: diolah dari buku Robert TJ. Stein dan Margaret A. Stone, Torrens Title; dan S. Rowton Simpton, Land Law and Registration.

Pada hakekatnya kedua lembaga pendaftaran tanah baik yang positif maupun negatif ada persamaan karakter yuridisnya yaitu: kedua model atau jenis ini merupakan sebutan lain dari "pendaftaran hak atas tanah" untuk kepentingan individual pemegang hak dengan tujuan untuk memberikan kepastian hak dan keamanan hukum bagi pemilik bidang tanah yang diselenggarakan oleh Negara. Sebagaimana diungkapkan oleh Boedi Harsono, bahwa Setiap pendaftaran tanah baik dalam sistem pendaftaran akta maupun hak, tiap pemberian atau menciptakan hak baru serta pemindahan hak baru dan pembebanannya dengan hak lain kemudian, harus dibuktikan dengan suatu akta. Dalam akta tersebut dengan sendirinya dimuat data yuridis tanah yang bersangkutan, perbuatan hukumnya, haknya, penerima haknya, hak apa yang dibebankan.
Karakter yuridis yang spesifik dari sistem pendaftaran akta ( Registration of deeds) atau sistem pendaftaran negatif ini adalah bahwa dokumen tertulis atau akta yang dibuat oleh para pihak ( pemilik yang mengalihkan ) yang dilakukan atas bantuan pejabat umum yang berwenang ( seperti Notaris atau pejabat lain seperti ahli hukum ) didaftarkan kepada pejabat yang diberikan wewenang untuk itu agar dicatatkan haknya sebagai pemegang hak atas tanah yang baru, dan oleh pejabat pencatat tersebut dicatatkan dalam register ( pencatatan buku tanah ), tanpa melakukan penelitian atas kebenaran akta atau dokumen tertulis yang diserahkan. Kelebihan dari sistem pendaftaran tanah akta ini adalah adanya jaminan yang diberikan kepada pemilik yang sebenarnya, dengan kata lain bahwa kesempatan bagi pemilik atau yang berhak atas sebidang tanah untuk mengadakan perlawanan atau tuntutan hukum terhadap pihak-pihak lain yang telah mendaftarkan bidang tanah tersebut. Hal mana tuntutan atau klaim atas bidang tanah tersebut melalui peradilan dengan alat bukti yang menunjukkan memang yang lebih berhak. Sebaliknya bahwa dalam system pendaftaran dengan stelsel negative ( akta ) dapat diketemukan beberapa kelemahan yang oleh beberapa pakar dinilai mendasar. Adapun kelemahannya antara lain adalah:

  1. Dalam sistem pendaftaran akta lebih merefleksikan adanya ketidak adanya jaminan kepastian hak dan hukum bagi mereka pemegang hak atas tanah dan bagi mereka beretiket baik atas sebidang tanah yang didaftarkannya.

  2. Sifat pasif dari pejabat pendaftaran tanah. Artinya bahwa pejabat pendaftaran tanah tidak melakukan pengujian kebenaran data ( akta ) yang disampaikan oleh pemohon, sehingga posisi hukum menjadi lemah.

  3. Dalam sistem pendaftaran akta ini kekuatan hukum akte yang didaftarkan tidak mempengaruhi kekuatan hukum akta lainnya. Bahwa pendaftaran akte hanyalah penetapan sekala prioritas sebagai referensi waktu saat ( tanah ) tersebut didaftarkan dan bukan waktu untuk pelaksanaannya.

  4. Bahwa suatu akta bukanlah bukti hak, namun hanyalah menunjukan adanya pencatatan selesainya transaksi dan beralihnya benda yang ditransaksikan.
Robert TJ. Stein menyatakan bahwa kelemahan dari system pendafataran yang negative ini antara lain adalah:
Pertama, dokumen yang dibuat oleh ahli hukum yang tujuannya untuk mengalihkan suatu hak atas tanah dibangun sesuai dengan ketentuan hukum dan hubungan hukumnya, untuk menjamin bahwa suatu kepentingan hukum atas tanah yang diperolehnya hanya bisa jika sipemilik mempunyai hak dan kemampuan untuk mengalihkan. Suatu akta menjadi tidak valid apabila terdapat pemalsuan atau karena menyalahi peraturan sehingga peralihan tersebut tidak mempunyai pengaruh apa-apa; kedua, adanya kesulitan memahami dokumen-dokumen lama yang dibuat ( sebelumnya) dari sebuah rangkaian hak-hak terdahulu karena adanya perubahan penggunaan bahasa dan formatnya; ketiga, pendaftaran akta ini rawan dari kesalahan dan pemalsuan; keempat, dalam sistem pendaftaran akte ini ketidak pedulian akan penelitian padahal hal tersebut diperlukan untuk melacak rangkaian hak-hak yang ada sebelumnya, dimana pelacakan tersebut membutuhkan biaya yang besar , tenaga dan menyita waktu, kadang dibutuhkan tenaga yang profesional yang mahal. Dalam hal jual beli dan jaminan, membutuhkan setidaknya dua pengujian yang dilakukan seperti oleh penasehat hukum pembeli dan oleh penasehat hukum penjaminan. Selajutnya masalah lewat waktu bisa memunculkan masalah dimana dokumen-dokummen hak mungkin bukan pemilik terakhir, sehingga mereka bisa saja salah, pada saat hak tersebut dialihkan; kelima, diperlukan kemampuan khusus yang disyaratkan untuk membangun suatu rangkaian hak; keenam, kompleksitas yang mengalir dari suatu pertumbuhan rangkaian hak termasuk pembagian hak yang asli dari pemilik-pemilik kemudian; pertimbangan tempat penyimpanan dokumen-dokumen yang relevan dari setiap perjanjian untuk hak; ketujuh, kemungkinan adanya kesalahan. Dengan kata lain Jaminan terhadap pemilik atau pemegang hak atas tanah sifatnya tidak mutlak, masih bisa dibantah atau dipertanyakan, inilah merupakan ciri pokok dari pendaftaran sistem negative.
Sebaliknya, pertanyaan selanjutnya adalah lalu bagaimana dengan Sistem pendaftaran hak ( registration of title) atau sistem stelsel positif atau sistem Torrens ( Torrens System ).
Bahwa sistem pendaftaran ini merupakan perbaikan atau penyempurnaan atas sistem pendaftaran sebelumnya. Sistem ini merupakan suatu pencatatan hak baik pencatatannya maupun penyimpanannya menjadi kewenangan dari lembaga publik.Karakter yuridis yang spesifik dari sistem pendaftaran positif, ini adalah bahwa:

  1. Bidang tanah yang didaftarkan menurut sistem ini dianggap belum ada haknya. Hak baru akan lahir setelah dilakukan pengujian atau penelitian dan diumumkan. Seperti yang dikemukakan oleh Stein bahwa dalam pendaftaran hak ini hak hanya dapat diperoleh melalui atau pada saat dilakukan pendaftaran atau tercatat dalam register.

  2. Negara memberikan jaminan penuh bagi pemegang haknya yang tercatat ( terdaftar ) dalam daftar umum terhadap tuntutan – tuntutan atau claim pihak ketiga atau siapapun. Jaminan kerugian dari Negara bagi pemilik yang mungkin dirugikan atau adanya kekeliruan atau kesalahan dalam pendaftaran haknya bersifat " Indefeasible". Atau menurut Eugene C. Massie bersifat absolute dan tidak dapat diganggu gugat. Setidaknya ada 3 ( tiga ) jaminan keamanan bagi tanah yang terdaftar yakni: pertama, berkaitan dengan bendanya (property ) atau tanahnya yang terdaftar ( the property register); kedua, berkaitan dengan kepemilikan atau penguasaannya ( the proprietorship register); ketiga, berkaitan dengan jaminan hak-hak yang ada ( the charges register).

  3. Dalam sistem pendaftaran tanah positif ini pejabat yang diberikan kewenangan melakukan pendaftaran bersifat aktif. Merupakan konsekuensi logis dari adanya jaminan Negara hak yang terbit tidak lagi dapat diganggu gugat, tidak ada tuntutan pihak-pihak lain yang merasa berhak atas bidang tanah yang didaftarkan tersebut. untuk itu maka adanya pejabat yang disebut " Barister and Conveyancer" yang dikenal sebagai pejabat penguji atau peneliti yang disebut " examiner of title ( pemeriksa alas hak). dalam PP No. 10 tahun 1961 disebut sebagai Panitya A atau B, atau semacam panitya Ajudikasi dalam PP No. 24 tahun 1997.

  4. Dalam sistem pendaftaran hak ini negara memberikan jaminan dana kompensasi apabila ternyata terdapat kesalahan prosedur dalam pendaftarannya yang mengakibatkan kerugian bagi pihak yang mungkin lebih berhak.

  5. Dalam sistem pendaftaran positif ini adalah diterbitkannya tanda bukti sekaligus alat bukti yang diberikan kepada pemegang hak atas tanah yang didaftarkan yaitu berupa " sertifikat hak atas tanah" atau " sertificate of title".
Tidak ada satu pun didunia ini yang sempurna, demikian juga dengan system pendaftaran tanah yang positif ini. Sisi lemah dari sistem pendaftaran tanah positif ini antara lain:
Pertama, bahwa setiap pendaftaran hak dan peralihan hak dalam sistem positif ini memerlukan pemeriksaan yang sangat teliti dan seksama sebelum orang tersebut didaftarkan sebagai pemilik dalam daftar ini. Disini para petugas pendaftaran harus memainkan peranan yang sangat aktif disamping peralatan yang cukup. Mereka harus meneliti apakah hak yang akan didaftar / dipindahkan tersebut dapat didaftarkan, dan mengenai segala persyaratan formil yang harus dipenuhi oleh orang yang akan mendaftarkan haknya;
Kedua, dalam sistem pendaftaran positif ini, karena peran aktif dari petugas dalam hal penelitian secara terinci membutuhkan dan menyebabkan memakan waktu lama serta panjang, sehingga menimbulkan kesan dipersulit;

Ketiga, sistem ini sangat merugikan bagi mereka para pihak yang benar-benar berhak. Bagi mereka yang berhak, tidak menutup kemungkinan akan tetap kehilangan hak atas sebidang tanah atas suatu putusan yang jelas dimenangkan mereka akan tetapi akan tetap kehilangan haknya diluar perbuatannya dan diluar kesalahannya;
keempat, dalam penyelesaian persoalan maka segala apa yang sebenarnya menjadi wewenang Pengadilan ditempatkan dibawah kekuasaan administrative.
Gambar 2. Tabel Kelebihan dan kelemahan sistem pendaftaran tanah
No
KELEBIHAN/ KELEMAHAN
PENDAFTARAN AKTA/ NEGATIVE
PENDAFTARAN HAK/ POSITIF
1
Kelebihan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

  1. Karakter yang spesifik adalah adanya " akte " sebagai bukti kepemilikan hak atas tanah dan peralihan hak.

  2. Adanya jaminan hukum yang diberikan kepada pihak yang sebenarnya lebih berhak

  1. Karakter spesifik dari sistem pendaftarannya adalah adanya " sertifikat hak atas tanah" yang diterbitkan sebagai tanda bukti dan alat pembuktian hak atas tanah.

  2. Hak kepemilikan atas tanah tercipta atau lahir setelah dilakukan pendaftaran haknya.

  3. Negara memberikan Jaminan penuh bagi pemegang hak atas tanah yang terdaftar terhadap tuntutan pihak manapun ( indefeasible)

  4. Adanya jaminan konpensasi apabila terdapat kesalahan/ kekeliruan prosedur.
2
Kelemahan

  1. Tidak adanya kepastian hukum dan hak bagi pemegang kepemilikan hak atas tanah.

  2. Terhadap akte yang didaftarkan tidak dilakukan pengujian kebenarannya sehingga posisi hukumnya menjadi lemah.

  3. Bahwa akte yang didaftarkan hanyalah referensi waktu bidang tanah didaftarkan

  1. Membutuhkan waktu yang lama dalam rangka penerbitan hak atas tanahnya. ( inventarisasi, penelitian, dan pengumuman ).

  2. Merugikan pihak-pihak atau pemilik yang yang sebenarnya berhak atas tanah tersebut.

  3. Persoalan sengketanya menjadi persoalan administrasi.

 

Pertanyaan hukumnya kemudian adalah model sistem pendaftaran tanah yang mana yang dipergunakan di Indonesia. Jawabannya seharusnya adalah Bilamana mencermati ketentuan hukum yang berlaku ( PP No. 10 tahun 1961 yo. PP No. 24 tahun 1997 ) dengan menunjuk bahwa dokumen formal kepemilikan hak atas tanah sesuai ketentuan hukum tersebut berupa sertipikat hak maka dapat disimpulkan ( sementara ) bahwa Sistem pendaftaran tanah di Indonesia seharusnya mendasarkan pada system pendaftaran dengan stelsel positif, karena memang ciri atau karakter khas dari sistem pendaftaran tanah ini adalah adanya sertipikat sebagai alat bukti hak kepemilikan atas tanah. dan terlebih lagi seluruh urutan prosedur dan mekanisme yang diatur dalam peraturan perundang-undangan kita menuju kepada aturan hukum pada system pendaftaran tanah dengan model system stelsel positif. Namun demikian jika kita mencermati yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia ( MARI ) secara tegas menyatakan bahwa pendaftaran tanah kita menganut model stelsel negative. Salah satu yurisprudensi tersebut dapat dibaca dalam Putusan MARI No. Reg. 459 K / Sip / 1975, tanggal 18 September 1975, menyatakan bahwa:
Mengingat stelsel negative tentang register / pendaftaran tanah yang berlaku di Indonesia, maka terdaftarnya nama seseorang didalam register bukanlah berarti absolute menjadi pemilik tanah tersebut apabila ketidakabsahannya dapat dibuktikan oleh pihak lain (seperti halnya dalam perkara ini).

 
    Pendaftaran Tanah di Indonesia adalah menganut sistem negatif, Namun berkarakter stelsel yuridis sistem pendaftaran positif sangat terlihat. Karakter positif tersebut dapat dilihat antara lain:

  1. Adanya panitya pemeriksaan tanah "barrister and conveyancer" yang disebut panitya A dan B yang tugasnya melakukan pengujian dan penelitian " examiner of title". dari penelitian tersebut maka akan dilakukan pengujian dan menyimpulkan bahwa setidaknya berisi: pertama, lahan atau bidang tanah yang diajukan permohonan pendaftaran adalah dalam keadaan baik dan jelas; kedua, bahwa atas permohonan tersebut tidak ada sengketa dalam kepemilikannya; ketiga, bahwa atas kenyakinan panitya permohonan tersebut dapat diberikan; keempat, bahwa terhadap alat bukti yang dijadikaan alas hak untuk pengajuan pendaftaran tidak ada orang yang berprasangka dan keberatan terhadap kepemilikan pemohon tersebut. tujuannya untuk menjamin kepastian hukum tanah yang didaftarkan ( pasal 19 UUPA). Boedi Harsono menyebut sebagai Sistem negatif tendens positif.

  2. Model karakter positif yang terlihat dalam ketentuan Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997, antara lain: a. PPAT diberikan tugas untuk meneliti secara material dokumen-dokumen yang diserahkan dan berhak untuk menolak pembuatan akta; b. pejabat yang berwenang ( petugas ) berhak menolak melakukan pendaftaran jika pemilik tidak wewenang mengalihkan haknya; c. Pemerintah menyediakan model – model akta untuk memperlancar mekanisme tugas-tugas PPAT.

  3. Adanya sertifikat hak atas tanah yang diterbitkan, sebagai tanda bukti dan alat pembuktian hak kepemilikan atas tanah.
Bentuk karakter negatif dinyatakan secara tegas dalam penjelasan pasal 32 PP No. 24 tahun 1997 yang menyatakan bahwa pendaftaran tanah diselenggarakan tidak menggunakan sistem publikasi positif, namun negatif. Karakter negatif muncul karena tidak adanya kompensasi yang diberikan apabila terjadi kesalahan atau kekeliruan dalam rangka penerbitan sertifikat hak atas tanahnya.
Sistem pendaftaran negatif merupakan warisan masa lalu yang berlangsung sampai saat ini. Pada masa pemerintahan Hindia Belanda pendaftaran tanah dilakukan untuk tanah-tanah yang tunduk terhadap hukum barat ( Belanda ) yang dilaksanakan oleh yang namanya Kantor Kadaster ( Kantor Pertanahan ). Sesuai dengan tugas dari Kantor Kadaster dalam melaksanakan kegiatan pendaftaran pada waktu itu, pendaftaran tanahnya berdasarkan Stbl. 1824 No. 27 jo. 1947 No. 53, dimana perjanjian obligatoir peralihan hak dilaksanakan dengan segala bukti tertulis, akta Notaris, ataupun dibawah tangan yang disaksikan Notaris dan kemudian oleh Kepala Kantor Kadaster yang merupakan seorang Pegawai Balik Nama ( Overschrijvingsambtenaar) beserta salah seorang pegawainya membuatkan akte peralihannya. Baru didaftarkan pada daftar yang bersangkutan setelah kewajiban – kewajiban pembayaran dilakukan lebih dahulu. Perubahan yuridis baru setelah Negara kita merdeka dan setelah dikeluarkannya undang-undang pokok agraria ( UUPA) beserta peraturan pelaksaannya sebagai pengganti atau mencabut ketentuan perundangan sebelumnya yang dikeluarkan oleh pemerintah hindia Belanda terutama yang berhubungan dengan tanah, seperti pencabutan ketentuan yang diatur dalam buku II BW ( burgelijk Wetboek ) khusus yang mengatur mengenai tanah. tanda bukti kepemilikan hak atas tanah yang berwujud Sertipikat baru muncul setelah terbitnya UUPA ( pasal 19 UUPA ) yang ditindak lanjuti oleh PP. No. 10 tahun 1961 dan selanjutnya digantikan oleh PP. No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Gambar 3. Skema kegiatan pendaftaran tanah PP No. 24 tahun 1997
Kesimpulan akhir, bahwa dari uraian jabaran sebagaimana tersebut diatas maka apabila melihat konstruksi hukum dari system pendaftaran tanah di Indonesia dapat disimpulkan adalah model atau jenis system pendaftaran tanah yang berkarakter stelsel positif minus konpensasi.


 

2 komentar:

Anonim mengatakan...

mantab om! lumayan buat bahan belajar uts pagi ini wakakakakak

Biru langit mengatakan...

Mau tanya om... jika seorang anak membeli pekarangan org tua kandungnya maka yg terbit apakah akte jual beli atau akte hibah ya... trimakasih

pengunjung

free counters

SELAMAT DATANG DIBLOG SAYA: MUDAH-MUDAHAN BERMANFAAT BAGI KITA SEMUA

semua tulisan yang ada didalam blok ini berdasarkan hasil wawasan pemikiran, analisis dan pengalaman selama ini saya alami dan ketahui. blok ini memang baru nanti secara bertahap insyaallah akan saya sempurnakan baik dari sisi tampilan tulisan maupun format blognya. untuk itu saya persilahkan anda dapat memberikan masukan-masukan mengkritisi tulisan-tulisan yang ada maupun berdiskusi tentang politik hukum dan pertanahan yang memang merupakan bidang keahlian saya.

boedi djatmiko

boedi djatmiko

frofil Saya

Foto saya
jogyakarta, DIY, Indonesia
pemerhati masalah pertanahan, pendidikan terakhir S3 ilmu hukum Unair, Dosen S2 Usakti dan UMSU

Daftar Blog Saya

Cari Blog Ini

Powered By Blogger

Label

Disertasi (5) Politik hukum (1) PPAT (1) TANAH (2)
Powered By Blogger

Pengikut